BERITA PILKADA SUMENEP 2015

Sabtu, 18 Agustus 2012

PENYELEWENGAN DANA PNPM MANDIRI: Tanggung Jawab Siapa?


Wacana tentang penyimpang810d80ab4b621f2c8d424aea1c4c436b_logo-pnpm-mandirian Dana PNPM Mandiriselama ini masih terbatas pada pelaku PNPM dan kelompok peduli. Ditingkat media massa, pemberitaan terhadap penyimpangan Dana PNPM belum menjadi headlines, sehingga belum mengundang kepedulian yang lebih luas untuk memberikan kontribusi atau respons terhadap program nasional yang digagas SBY ini. Pemberitaan mengenai PNPM Mandiri berkisar pada keunggulan Program, serta menonjolkan peran pemerintah melalui PNPM MP untuk membantu masyarakat kecil, melalui program-program Pro Rakyat. Sedangkan yang menyangkut kelemahan PNPM, termasuk penyimpangan yang ada didalamnya masih sangat terbatas.

Dengan minimnya tanggapan masyarakat atau publik, sangat sulit adanya evaluasi eksternal dan ini sangat merugikan masyarakat sendiri, karena iklan PNPM Mandiri, melekat dengan Pemerintahan SBY, dan menjadi salah satu jargon kampanye Partai Demokrat dalam mengusung Program-Program Pro Rakyat, semisalPNPM Mandiri dan BLT.
Sebagai pelaku pemberdayan masyarakat, saya mencoba memberikan catatan kecil terhadap persoalan penyimpangan atau penyelewengan Dana PNPM Mandirkhususnya yang dikelola oleh masyarakat dengan fasilitasi konsultan.
Ada banyak model penyimpangan Dana PNPM, atau Dana Pendukung PNPM yang memungkinkan terjadinya peluang penyimpangan, disetiap tingkatan dan level. Perlu diketahui, semakin tinggi tingkatan dan level, akan semakin sulit terdeteksi, menjadilah penyelewengan yang terselubung.
Ada banyak model penyelewengan di tingkat pusat, diantaranya berbentuk KKN antara Konsultan dengan Pihak Pemerintah, seperti, untuk memenangkan tender PNPM Mandiri, terjadi persaingan yang ketat dari rekanan. Pertanyaannya apakah pemenang tender itu murni, atau ada komitmen? kalaupun ada komitmen, suap dan sejenisnya, sulit sekali membuktikannya, karena pada tingkatan dan level ini tingkat pemahaman dan pengetahuan mereka cukup tinggi untuk menyembunyikan barang bukti, atau kepintaran dalam hal menghilangkan jejak. Dalam hal ini, pihak konsultan sangat dirugikan karena nilai dana pendampingan program / proyek tidak sama dengan kenyatannya, akibatnya fasilitasi konsultan terhadap program tidak maksimal, karena akan banyak dampak turunan dari model penyelewengan tersebut, diantaranya, honor tenaga ahli yang ditetapkan tidak sama dengan yang diterima, malah kurang dari 50 persent.
Pengadaan alat alat atau media pendukung PNPM seperti buku-buku petunjuk umum, petunjuk teknis, media sosialisasi, buku standar operasional procedure (SOP), buku-buku panduan lainnya yang berpuluh-puluh judul, semuanya dicetak massal dalam skala nasional, semuanya dicetak tiap tahun dan didistribusikan dalam jumlah yang sangat besar kesemua pelaku di tingkat kecamatan dan desa. Model pengadaan tersebut sangat mungkin terjadinya peluang penyimpangan, karena mekanismenya masih berbentuk tender proyek, padahal disinyalir kuat oleh KPK, bahwa tender pengadaan barang dan jasa paling banyak mengundang kebocoran.
Masih banyak lagi model penyelewengan PNPM yang terjadi di level atas, diantara yang mungkin terjadi pada saat konsultan memberikan laporan atau ekspose program yang dibarengi dengan uang pelicin agar laporannya diterima. Dalam kasus ini, yang penting ada uang pelicin, walaupun laporannya dipoles-poles biar cantilk dan kelihatan bagus, kendati ada manipulasi data dan fakta di lapangan.
Sementara penyimpangan di level masyarakat, kelembagaan masyarakat atau pelaku ti tingkat kecamatan, pun banyak bentuknya. Modus yang sering terjadi di tingkat kecamatan dan desa, seperti adanya kelompok piktif. Kelompok piktif adalah kelompok yang bohong-bohongan. Kelompoknya ada, laporannya ada, dananya ada, wilayah tempat tinggal anggota kelompok ada, nama-namanya lengkap, tetapi tidak ada orangnya, bahkan banyak nama orang lain yang dicatut sebagai anggota kelompok peminjam. Dana yang diselewengkan tidak seberapa, hanya jutan rupiah atau puluhan juta rupiah, lain halnya bila terjadi di tingkat kelembagaan masyarakat maka bisa mecapai ratusan juta, bahkan miliaran rupiah, seperti dugaan penyimpangan dana PNPM yang terjadi di UPK kecamatan Panjalu sejumlah 2,3 miliar.
Mengapa terjadi penyelewengan Dana PNPM? apakah pemerintah selama ini menutup mata terhadap penyimpangan yang terjadi, baik di level atas ataupun di masyarakat? siapa sebenarnya yang paling bertanggungjawab terhadap penyimpangan dana PNPM?
Jawabannya sangat mudah dan simpel, tetapi tidak dalam rumusan penyelesaian masalah dan aksi pencegahannya yang sangat rumit dan tidak mudah, baik yang terjadi di level atas maupun di level bawah, hanya saja selama ini penyelewengan di level bawah sangat rentan terjadi dan segera terdeteksi, karena banyak peluang dan pelaku, sedangkan di level atas banyak peluang sedikit pelaku, bahkan pelakunya orang-orang pintar semua. Bedanya pula, ada pada kualitas dan kuantitas. Kemungkinan pemyimpangan dana pada level atas cukup besar, yaitu miliaran rupiah, bahkan triliunan dan berulang-ulang, dilakukan oleh pelaku yang sama, pemain lama, itu-itu juga. Berbeda dengan di level masyarakat, pelaku banyak, tapi dana penyelewengan kecil-kecil, pemainnya berganti-ganti, dan terjadi tidak tiap tahun dan tidak pada tempat yang sama.
Kembali kepada perrtanyaan pertama, mengapa terjadi penyimpangan Dana PNPM? jawabannya karena ada dana PNPM, ada peluang korupsi di dalamnya. Coba kalau sistem tender benar, transparan, akuntabel, tidak ada pihak yang dirugikan, termasuk konsultan dan pelaku, seperti tenaga ahli dan fasilitator, setidaknya akan mengurangi tingkat penyelewengan. Jawaban pertanyaan saya yang kedua, bahwa ‘mungkin’ benar bahwa pemerintah menutup mata terhadap penyimpangan Dana PNPM, karena terbukti hingga saat ini penyimpangan masih terjadi, dan terus berlangsung, hingga PNPM itu sendiri, sebagai program nasional, bubar.
Selama ini penyimpangan dana PNPM yang mengemuka hanyalah yang dilakukan oleh masyarakat. Saya sedikit miris, lagi-lagi masyarakat yang menjadi korban atas penyelewengan yang dilakukan oleh mereka sendiri. Mengapa saya katakan mereka sebagai korban? Pertama, implementasi PNPM Mandiri sebagai program nasional difasilitasi oleh konsultan. Dalam hal ini konsultan PNPM Mandiri memiliki kewajiban mengendalikan program sesuai dengan prosedure (SOP), agar out put program sesuai dengan yang diharapkan oleh pemerintah. Konsultan adalah bagian dari peluaku untuk menaggulangi kemiskinan di Indonesia.
Dalam hal pengendalian itulah maka perlu dipertanyakan model pengendalian oleh konsultan sehingga penyimpangan terjadi di tingkat masyarakat, apakah konsultan benar-benar memfasilitasi masyarakat agar program ini berjalan sesuai ketentuan? Dalam fasilitasi konsultan terhadap program, konsultan harus mampu menjamin hahwa semua proses PNPM yang terjadi di masyarakat itu adalah benar, seperti tidak adanya kelompok piktif, tidak terjadinya salah sasaran peminjam, tidak adanya penyalahgunaan pinjaman. Bila penyimpangan Program yang terjadi di masyarakat secara berulang-ulang, dengan modus yang sama, maka peran dan fungsi konsultan perlu dipertyanyakan, lebih jauh pertanggungjawaban/ akuntabilitas institusi konsultan perlu diminta, baik secara administratif maupun secara hukum.
Kembali pada pernyataan saya diatas, bahwa selama ini masyarakat yang selalu menjadi korban atas penyimpangan yang mereka lakukan. Dengan penjelasan tersebut, maka seharusnya mekanisme pertanggunjawaban dari konsultan, pun perlu diminta secara hukum, tentu saja dengan tidak mengabaikan apa yang terjadi di tingkat masyarakat. Wallahu a’lam.(http://muslich.blogdetikcom)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Info 14 Terkini