PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 11 TAHUN 2010
TENTANG
PEDOMAN PENDATAAN DAN PENERBITAN
DOKUMEN KEPENDUDUKAN BAGI PENDUDUK RENTAN
ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI,
Menimbang : bahwa
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
tentang Pedoman Pendataan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan Bagi Penduduk
Rentan Administrasi Kependudukan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa
kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
2. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4674);
3. Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 472;
4. Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4916);
5. Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4736);
6. Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4829);
8. Peraturan
Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4829);
9. Peraturan
Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran
Penduduk dan Pencatatan Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4829);
10. Keputusan
Presiden Nomor 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas
Adat Terpencil;
11. Keputusan
Presiden Nomor 88 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Informasi Administrasi
Kependudukan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN
MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENDATAAN DAN PENERBITAN DOKUMEN
KEPENDUDUKAN BAGI PENDUDUK RENTAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam
Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Penduduk
adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat tinggal di
Indonesia.
2. Penduduk
Rentan Administrasi Kependudukan adalah penduduk yang mengalami hambatan dalam
memperoleh dokumen kependudukan yang disebabkan oleh bencana alam dan korban
bencana sosial.
3. Administrasi
Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan
dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil,
pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya
untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.
4. Pendaftaran
Penduduk adalah pencatatan biodata penduduk, pencatatan atas pelaporan
peristiwa kependudukan dan pendataan penduduk rentan administrasi kependudukan
serta penerbitan Dokumen Kependudukan berupa Kartu Identitas atau Surat
Keterangan Kependudukan.
5. Pengungsi
adalah orang atau sekelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari
tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak
buruk bencana.
6. Bencana
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis.
7. Bencana
Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
8. Bencana
Sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial, antar kelompok atau
antar komunitas masyarakat dan teror.
9. Orang
Terlantar adalah penduduk yang karena suatu sebab sehingga tidak dapat memenuhi
kebutuhannya secara wajar, baik rohanijasmani maupun sosial.
10. Komunitas
Terpencil adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta
kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi
maupun politik.
11. Surat
Keterangan Pengganti Tanda Identitas, selanjutnya disingkat SKPTI adalah identitas
sementara yang diberikan kepada penduduk pengungsi, korban bencana dan korban
bencana sosial di daerah sebagai salah satu syarat penerbitan Kartu Keluarga
dan Kartu Tanda Penduduk yang hilang atau rusak.
12. Surat
Keterangan Pencatatan Sipil, selanjutnya disingkat SKPS adalah surat keterangan
yang diberikan kepada penduduk pengungsi, korban bencana dan korban bencana
sosial di daerah, digunakan sebagai tanda bukti diri sementara dan sebagai salah
satu syarat penerbitan Kutipan Kedua Akta Pencatatan Sipil yang hilang atau rusak.
13. Surat
Keterangan Orang Terlantar, selanjutnya disingkat SKOT adalah identitas yang diterbitkan
oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang diberikan kepada orang
terlantar yang telah didata.
14. Surat
Keterangan Tanda Komunitas, selanjutnya disingkat SKTK adalah identitas sementara
yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Catalan Sipil yang diberikan
sebelum dokumen kependudukan resmi diterbitkan kepada komunitas terpencil yang
telah didata.
15. Dokumen
Kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang
mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari
pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
16. Pendataan
adalah upaya mengumpulkan data penduduk pengungsi, korban bencana alam, korban
bencana sosial, orang terlantar dan komunitas terpencil.
17. Tim
Pendataan adalah Tim Pendataan Penduduk
Rentan Administrasi Kependudukan yang dibentuk oleh Pemerintah,
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melakukan Pendataan
Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan dalam rangka penertiban dan
penerbitan dokumen kependudukan.
BAB
II
RUANG
LINGKUP
Pasal
2
Ruang
Lingkup pendataan dan penerbitan dokumen kependudukan bagi penduduk rentan
administrasi kependudukan, meliputi:
a. Pendataan
dan penerbitan dokumen kependudukan bagi pengungsi, korban bencana alam, dan
bencana sosial; dan
b. Pendataan
dan penerbitan dokumen kependudukan bagi orang terlantar dan komunitas
terpencil.
Pasal
3
(1) Pendataan
dan penerbitan dokumen kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, untuk
kabupaten/kota menjadi kewenangan dan tanggungjawab Pemerintah Kabupaten/Kota.
(2) Pemerintah
Provinsi mengkoordinasikan pelaksanaan pendataan dan penerbitan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2.
(3) Pendataan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dilakukan pada awal tahap rehabilitasi.
BAB
III
PENDATAAN
DAN PENERBITAN DOKUMEN KEPENDUDUKAN
BAGI
PENGUNGSI, KORBAN BENCANA ALAM, DAN BENCANA SOSIAL
Bagian
Pertama
Umum
Pasal
4
(1) Pendataan
terhadap pengungsi, korban bencana alam, dan bencana sosial dilakukan oleh Tim.
(2) Tim
Pendataan bagi pengungsi, korban bencana alam, dan bencana social sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a.
Tim Provinsi; dan
b.
Tim Kabupaten/Kota.
(3) Tim
Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, berkedudukan di Provinsi.
(4) Tim
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, berkedudukan di Kabupaten/Kota.
Pasal
5
(1) Tim
Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dengan susunan keanggotaan
sebagai berikut:
a. Ketua;
b. Sekretaris;
dan
c. Anggota.
(2) Ketua
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dijabat oleh Sekretaris Daerah.
(3) Sekretaris
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dijabat oleh Kepala Biro/Kepala Dinas
yang menangani urusan Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
(4) Anggota
Tim Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri dari Pejabat
Instansi Terkait.
(5) Tim
Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan
Gubernur.
Pasal
6
Tim
Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, mempunyai tugas:
a. mengkoordinasikan
pelaksanaan pendataan dan penerbitan
dokumen kependudukan;
b. memfasilitasi
pelaksanaan pendataan;
c. melaksanakan
evaluasi pelaksanaan pendataan;
d. menerima
laporan hasil pendataan kabupaten/kota;
e. mengolah
dan menyajikan data hasil pendataan dari kabupaten/kota; dan
f. membuat
laporan secara berkala atas hasil pendataan penduduk.
Pasal
7
(1) Tim Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b dengan susunan keanggotaan sebagai
berikut:
a. Ketua;
b. Sekretaris;
dan
c. Anggota.
(2) Ketua
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dijabat oleh Sekretaris Daerah.
(3) Sekretaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dijabat oleh Kepala Dinas Kependudukar
dan Pencatatan Sipil.
(4) Anggota
Tim Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. Badan
Pusat Statistik;
b. Satuan
Kerja Perangkat Daerah yang menangani urusan kesatuan bangsa dan perlindungan
masyarakat, sosial, bencana, kesehatan, pendidikan, pemberdayaan masyarakat dan
desa; dan
c. Camat.
(5) Tim
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan
Bupati/Walikota.
Pasal
8
Tim
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 mempunyai tugas:
a. menetapkan
lokasi pendataan;
b. menyiapkan
print out data keluarga dan data agregat penduduk;
c. melakukan
bimbingan teknis bagi petugas pendata;
d. melakukan
pendataan;
e. melakukan
perekaman sidikjari;
f. melakukan
verifikasi dan validasi data hasil isian formulir pendataan (FR-1.01) dan atau
formulir biodata penduduk WNI (F-1.01);
g. mengkoordinasikan
penerbitan SKPTI dan SKPS;
h. mengolah
dan menyajikan data hasil pendataan skala kecamatan; dan
i.
membuat laporan secara berkala
berdasarkan hasil pendataan.
Bagian
Kedua
Dokumen
Kependudukan
Pasal
9
(1) Bagi
pengungsi, korban bencana alam, dan bencana sosial diberikan SKPTI dan/atau SKPS.
(2) SKPTI
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebagai identitas sementara pengganti
KK dan/atau KTP yang hilang atau rusak.
(3) SKPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebagai pengganti sementara Kutipan
Akta Pencatatan Sipil yang hilang atau rusak.
Pasal
10
Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota mengajukan permintaan kepada
Pemerintah sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan, berupa:
a. formulir
Pendataan Penduduk Korban Bencana (FR-1.01);
b. formulir
Surat Pernyataan Kehilangan Dokumen (FR-1.02);
c. Blangko
Surat Keteragan Pengganti Tanda Identitas (BR-1.01); dan
d. Formulir
Surat Keterangan Pencatatan Sipil (F-2.01).
Pasal
11
(1) Penduduk
sebagai pengungsi, korban bencana alam dan bencana sosial untuk mendapatkan
SKPTI mengisi:
a. formulir
Pendataan Penduduk Korban Bencana (FR-1.01); dan
b. formulir
Surat Pernyataan Kehilangan Dokumen (FR-1.02).
(2) Lampiran
Surat Pernyataan Kehilangan Dokumen (FR-1.02) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b ditandatangani oleh 2 (dua) orang saksi.
(3) Pengisian
formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penduduk setempat
yang datanya sudah terekam dalam database kependudukan dan penduduk pendatang.
(4) Bagi
Penduduk setempat yang datanya belum terekam dalam database kependudukan selain
mengisi formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengisi formulir F-1.01.
(5) Penduduk sebagai pengungsi, korban
bencana alam dan korban bencana social setelah mengisi formulir sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), diphoto oleh Petugas.
(6) SKPTI sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (2) diterbitkan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pengisian
formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
(7) SKPTI sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (2) ditandatangani oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil.
(8) Dalam hal Kepala Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipi! berhalangan, Sekretaris atau Kepala Bidang
Pendaftaran Penduduk dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dapat
menandatangani SKPTI.
(9) SKPTI sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (2) berlaku selama 1 (satu) tahun sejak diterbitkan.
Pasal
12
(1) KK
dan KTP diberikan kepada pengungsi, korban bencana alam, dan bencana social yang
telah berdomisili tetap.
(2) Untuk
mendapatkan KK dan KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil menarik SKPTI bersamaan dengan penyerahan KK
dan KTP.
Pasal
13
(1) Penduduk
sebagai pengungsi, korban bencana alam dan bencana sosial untuk mendapatkan
SKPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) setelah mengisi formulir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).
(2) SKPS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diterbitkan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pengisian
formulir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).
(3) SKPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Kepala Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil.
(4) Dalam
hal Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil berhalangan, Pejabat Pencatatan
Sipil atau Sekretaris atau Kepala Bidang Pencatatan Sipil dari Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil dapat menandatangani SKPS.
(5) SKPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 1 (satu) tahun sejak diterbitkan.
Pasal
14
(1) Kutipan
Kedua Akta Pencatatan Sipil diberikan kepada pengungsi, korban bencana alam,
dan bencana sosial oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di domisilinya.
(2) Kepala
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipi! sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil tempat diterbitkannya
Kutipan Pertama Akta Pencatatan Sipil.
(3) Koordinasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara tertulis dengan mengikutsertakan
fotokopi Register Akta Pencatatan Sipil.
(4) Untuk
mendapatkan Kutipan Kedua Akta Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dengan menunjukan Surat Keterangan Pencatatan Sipil.
(5) Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil menarik Surat Keterangan Pencatatan Sipil
bersamaan dengan penyerahan Kutipan Kedua Akta Pencatatan Sipil.
Bagian
Ketiga
Jenis
dan Spesifikasi Formulir dan Blangko
Pendataan
dan Penerbitan Dokumen Kependudukan
Pasal
15
(1) Jenis
formulir dan blangko pendataan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan menggunakan:
a. Formulir
Pendataan Penduduk Korban Bencana (FR-1.02);
b. Formulir
Surat Pernyataan Kehilangan Dokumen Kependudukan (FR-i.Ol);
c. Formulir
Surat Keterangan Pencatatan Sipil (FR-2.01); dan
d. Blangko
Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas (BR-1.01).
(2) Spesifikasi
Formulir Pendataan Penduduk Korban Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. bahan baku kertas : HVS
b. ukuran : A3 (25,7 cm x 36,4 cm)
c. jumlah rangkap : 2 (satu) rangkap
(3) Spesifikasi
Formulir Surat Pernyataan Kehilangan Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. bahan baku kertas : HVS
b. ukuran : Folio (21,5 cm x 33 cm)
c. jumlah rangkap : 1 (satu) rangkap
(4) Spesifikasi
Formulir Surat Keterangan Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi:
a. bahan baku kertas : HVS
80 gram
b. ukuran : Folio (21,5 cm x 33 cm)
c. jumlah rangkap : 1 (satu) rangkap
(5) Spesifikasi
Blangko Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d meliputi:
a. bahan baku kertas :
Karton Manila
b. ukuran : 9 cm x 6,5 cm
c. jumlah lembar : 1 (satu) lembar
Pasal
16
Formulir
dan blangko pendataan dan penerbitan dokumen kependudukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 tercantum dalam Lampiran yang menjadi satu kesatuan dan menjadi
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian
Kelima
Pelaporan
Hasil Pendataan
Pasal
17
(1) Tim
Kabupaten/Kota melaporkan kepada Bupati/Walikota melalui Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil setiap minggu dengan tembusan Tim Provinsi dan instansi
terkait.
(2) Bupati/Waiikota
melaporkan kepada Gubernur dengan tembusan Menteri Dalam Negeri melalui
komponen yang membidangi urusan kependudukan dan pencatatan sipil setiap
tanggal 7 dan tanggal 21 setiap bulan.
(3) Tim
Provinsi melaporkan kepada Gubernur setiap minggu dengan tembusan instansi terkait.
(4) Gubernur
melaporkan kepada Menteri Dalam Negeri melalui komponen yang membidangi urusan
kependudukan dan pencatatan sipil setiap tanggal 14 dan tanggal 28 setiap
bulan.
(5) Pelaporan Tim Kabupaten/Kota dan
Tim Provinsi berbentuk rekapitulasi hasil pendataan pengungsi, korban bencana
alam dan bencana sosial,
(6) Format
pelaporan rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam
Lampiran Peraturan Menteri ini.
BAB
IV
PENDATAAN
DAN PENERBITAN DOKUMEN KEPENDUDUKAN
BAGI
ORANG TERLANTAR DAN KOMUNITAS TERPENCIL
Bagian
Pertama
Pendataan
Orang Terlantar dan Komunitas Terpencil
Pasal
18
(1) Pendataan
terhadap Orang Terlantar dan Komunitas Terpencil dilakukan oleh Tim Pendataan
Orang Terlantar dan Komunitas Terpencil.
(2) Tim
Pendataan Orang Terlantar dan Komunitas Terpencil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berkedudukan di kabupaten/kota.
Pasal
19
(1) Tim
Pendataan Orang Terlantar dan Komunitas Terpencil sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (1) dengan susunan sebagai berikut:
a. Ketua;
b. Wakil
Ketua;
c. Sekretaris;
dan
d. Anggota.
(2) Ketua
Tim Pendataan Orang Terlantar dan Komunitas Terpencil Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, dijabat oleh Kepala Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil.
(3) Wakil
Ketua Tim Pendataan Orang Terlantar dan Komunitas Terpencil Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, dijabat oleh Kepala Dinas/Badan/Kantor yang
membidangi kesejahteraan sosial.
(4) Sekretaris
Tim Pendataan Orang Terlantar dan Komunitas Terpencil Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, dijabat oleh Kepala Bidang Pendaftaran
Penduduk.
(5) Anggota
Tim Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. Badan
Pusat Statistik;
b. Kantor
Departemen Agama di kabupaten/kota;
c. Satuan
Kerja Perangkat Daerah yang msnangani urusars kebudayaan, satuan polisi pamong
praja dan perlindungan masyarakat, pemberdayaan masyarakat dan desa; dan
d. Camat.
Pasal
20
Tim
Pendataan Orang Terlantar dan Komunitas Terpencil Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 mempunyai tugas:
a. mengkoordinasikan
pelaksanaan pendataan orang terlantar dan komunitas terpencil dengan
Camat/Lurah/Kepala Desa, Kepala Badan Perwakilan Desa, tokoh masyarakat, dan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kemasyarakatan
setempat;
b. melaksanakan
sosialisasi penyelenggaraan pendataan orang terlantar dan komunitas terpencil;
c. melaksanakan
bimbingan teknis pengisian formulir dan surat pernyataan;
d. melaksanakan
pendataan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting;
e. melakukan
perekaman sidikjari; dan
f. membuat
laporan secara periodik berdasarkan hasil pendataan.
Bagian
Kedua
Penerbitan
Dokumen Kependudukan
Pasal
21
(1) Bagi
Orang Terlantar dan Komunitas Terpencil diberikan SKOT dan SKTK.
(2) SKOT
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan bukti legalisasi domisili
orang terlantar.
Pasal
22
(1) Penduduk
Orang Terlantar untuk mendapatkan SKOT mengisi atau diisikan oleh Petugas:
a. Formulir
Pendataan Orang Terlantar (FR-1.03); dan
b. Formulir
Surat Pernyataan Tidak Memiliki Dokumen Kependudukan (FR-1.05).
(2) Bagi
penduduk Orang Terlantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum pernah
mengisi formulir Biodata Penduduk WNI (F-1.01) mengisi atau diisikan formulir
dimaksud oleh petugas.
(3) Formulir
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai syarat penerbitan Blangko SKOT
(BR-1.02).
(4) Surat
Keterangan Orang Terlantar diterbitkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil.
Pasal
23
(1) Syarat
penerbitan Kutipan Akta Kelahiran anak orang terlantar sebagai berikut:
a. mengisi
formulir surat keterangan kelahiran dengan kode F-2.01; dan
b. memiliki
SKOT.
(2) Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan menunjukan SKOT bersamaan penyerahan Kutipan Akta
Kelahiran.
Pasal
24
(1) Penduduk
Komunitas Terpencil untuk mendapatkan SKTK mengisi atau diisikan oleh Petugas:
a. Formulir
Pendataan Komunitas Terpencil (FR-1.04); dan
b. Formulir
Surat Pernyataan Pengakuan Kepala Suku/Adat (FR-1.06).
(2) Bagi
Penduduk Komunitas Terpencil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum
pernah mengisi formulir Biodata Penduduk WNI (F-1.01) mengisi atau diisikan formulir
dimaksud oleh petugas.
(3) Formulir
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai syarat penerbitan Blangko SKTK
(BR-1.03).
(4) SKTK
diterbitkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Pasal
25
(1) KK
dan KTP diberikan kepada komunitas terpencil yang telah berdomisili tetap dan telah
memiliki SKTK.
(2) Untuk
mendapatkan KK dan KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil menarik SKTK bersamaan dengan penyerahan KK
dan KTP.
Pasal
26
(1) Kutipan Akta Pencatatan Sipil
diberikan kepada komunitas terpencil yang telah memiliki KK dan KTP.
(2) Untuk mendapatkan Kutipan Akta
Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Bagian
Ketiga
Jenis
dan Spesifikasi Formulir dan Blangko
Pendataan
dan Penerbitan Dokumen Kependudukan
Pasal
27
(1) Jenis
formulir dan blangko pendataan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan bagi Orang
Terlantar dan Komunitas Terpencil menggunakan:
a. Formulir
Pendataan Orang Terlantar (FR-1.03);
b. Formulir
Pendataan Komunitas Terpencil (FR-1.04);
c. Formulir
Surat Pernyataan Tidak Memiliki Dokumen Kependudukan (FR-1.05);
d. Formulir
Surat Pernyataan Pengakuan Suku/Adat (FR-1.06);
e. Blangko
Surat Keterangan Orang Terlantar (BR-1.02); dan
f. Blangko
Surat Keterangan Tanda Komunitas (BR-1.03).
(2) Spesifikasi
Formulir Pendataan Orang Terlantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. bahan baku kertas : HVS
b. ukuran : A3 (25,7 cm x 36,4 cm)
c. jumlah rangkap : 2 (dua) rangkap
(3) Spesifikasi
Formulir Pendataan Komunitas Terpencil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b meliputi:
a. bahan baku kertas : HVS
b. ukuran : A3 (25,7 cm x 36,4 cm)
c. jumlah rangkap : 2 (dua) rangkap
(4) Spesifikasi
Formulir Surat Pernyataan Tidak Memiliki Dokumen Kependudukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. bahan baku kertas : HVS
b. ukuran : Folio (21,5 cm x 33 cm)
c. jumlah rangkap : 1 (satu) rangkap
(5) Spesifikasi
Formulir Pengakuan Kepala Suku/Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
meliputi:
a. bahan baku kertas : HVS
b. ukuran : Folio (21,5 cm x 33 cm)
c. jumlah rangkap : 1 (satu) rangkap
(6) Spesifikasi
Blangko Surat Keterangan Orang Terlantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e meliputi:
a. bahan
baku kertas : Karton Manila
b. ukuran : 9x6,5 cm
c. jumlah
lembar : 1 (satu) lembar
(7) Spesifikasi
Blangko Surat Keterangan Tanda Komunitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f meliputi:
a. bahan baku kertas :
Karton Manila
b. ukuran : 9 x 6,5 cm
c. jumlah lembar : 1 (satu) lembar
Pasal
28
Formulir
dan blangko pendataan dan penerbitan dokumen kependudukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 24 ayat (1) dan ayat (3), tercantum
dalam Lampiran dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Keempat
Pelaporan Hasil
Pendataan
Pasal 29
(1) Tim
Pendataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 menyusun laporan dan rekapitulasi
hasil pendataan.
(2) Tim
Pendataan melaporkan kepada Bupati/Walikota melalui Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil setiap tanggal 1 November dengan tembusan instansi terkait.
(3) Bupati/Walikota
melaporkan kepada Gubernur setiap tanggal 1 Desember.
(4) Gubernur
melaporkan kepada Menteri Dalam Negeri melalui komponen yang membidangi urusan
kependudukan dan pencatatan sipil setiap tanggal 15 Desember.
BAB
V
PEMBIAYAAN
Pasal
30
Biaya
pelaksanaan pendataan dan penerbitan dokumen kependudukan bagi penduduk rentan
administrasi kependudukan bersumber dari Anggaran Pendapatan Beianja Negara (APBN),
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) Kabupaten/Kota.
BAB
VI
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
31
Dengan
berlakunya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10
Tahun 2005 tentang Pedoman Pendataan dan Pemberian Surat Keterangan Pengganti Dokumen
Penduduk Bagi Pengungsi dan Penduduk Korban Bencana di Daerah dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal
32
Peraturan
Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan
di Jakarta
pada
tanggal 26 Januari 2010
MENTERI
DALAM NEGERI,
Ttd
GAMAWAN
FAUZI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar